CERITA PERJALANAN KE SINGAPURA



Ini adalah perjalanan yang tidak direncanakan. Bagaimana tidak, semua proses mulai dari booking tiket pesawat, hotel dan lain sebagainya kami lakukan 3 hari sebelum keberangkatan. Berawal dari cek dan ricek harga2 tiket, saya bersama Ruhil, sahabat yang juga teman kantor tanpa sengaja cek penerbangan Pekanbaru - Singapore. 2 hari lagi ada promo maskapai Scoot, 330 rb untuk one way. Tidak lebih dari 3 menit berdiskusi, hanya dengan kode anggukan kepala saja, langsung kami booking. Setelah itu kami booking penginapan juga.


Sebenarnya memang sudah lama kami ingin ke Singapore, tapi baru sebatas keinginan, belum ada perbincangan untuk merealisasikan. Entah mengapa dadakan mungkin lebih afdhol..

Rabu malam pukul 21.00 kami sudah bergerak menuju pekanbaru, pukul 2.00 dini hari kami sampai di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru. Penerbangan kami hari kamis pukul 12.10 siang. Dari kota kami ke pekanbaru cukup jauh, dan tidak ada kendaraan umum sepanjang waktu, jadi mau tidak mau harus mau tidur di Bandara malam ini. Alhamdulillah ada bangku kosong yang bisa kami pakai buat tidur, tentu saja tidak ada kasurnya.


 

Pagi harinya kami dibangunkan oleh kebisingan bandara, cuci muka sikat gigi dan duduk santai lagi. Masih 6 jam lagi. Mata masih sepat, layah leyeh di bangku yang tak ramai orang lalu lalang. Jam 9 pagi beberapa food court sudah ada yang buka, kami sarapan di salah tempat makan dan duduk disana hingga satu jam sebelum keberangkatan. Jam 11 kami naik ke lantai 2 bandara untuk check in, segala proses hingga sampai ruang tunggu tergolong sangat lancar. 


 

Jam keberangkatan tiba, tepat waktu, kami menuju pesawat. 1 jam 10 menit kami sudah mendarat di Bandara Changi, Singapura. Kami mendarat di Terminal 3, kami harus menuju terminal 1 untuk ke Imigrasi, sebelum tangga turun ke Imigrasi, ada semacam taman hidup dalam ruangan, spot foto tentunya.


Sampai di Changi International Airport
Kami melewati proses Imigrasi tanpa hambatan, setelah itu kami berjalan menuju City Train, kami membeli EZ Link Card seharga $10 SGD, isinya $5. Sebelum masuk ke MRT, kami Top Up kartunya di mesin tiket sebanyak $10.

Jika berkunjung ke Singapura, terlebih dahulu kita harus punya Peta jalur MRT, bisa di download di Internet, karna jalurnya cukup rumit untuk sekedar di ingat. Atau kita juga bisa memotret peta jalur tersebut yang terpajang di stasiun-stasiun MRT.


Gambar diambil dari Internet

Dari bandara Changi, kita harus naik MRT di jalur hijau (east west). Di stasiun Expo, kami pindah ke jalur biru (down town). Tujuan kami adalah stasiun Little India, karna lokasi hotel kami tak jauh dari stasiun ini. Sampai di stasiun Little India, kami pilih pintu keluar arah Mc Kenzie Rd / Bukit Timah Rd.
Pukul 15.00 kami sampai di Hotel. Kami menginap di G Stasion Hostel, berjarak sekitar 400 m dari Stasiun Little India. Setelah check in dan mendapatkan kamar, kami makan siang dengan bekal yang kami bawa, kemudian berniat istirahat sebentar sebelum melipir kemana-mana.

Kami terbangun pukul 8 malam, haha.. Rencana tidur siang yang hanya sebentar saja, mungkin karna terlalu lelah, setelah mandi kami tetap ingin berjalan-jalan malam ini, tujuan pertama adalah Garden by the bay. Garden by the bay ini adalah Oasis menakjubkan yang terletak di tengah Kota Singapura. Sambil melihat peta MRT kami bejalan menuju stasiun Little India. Dari Stasiun Little India ke Garden by the bay melewati 4 stasiun, kita turun di stasiun Bayfront. Selain Garden by the bay, Marina bay sands skypark, dan air mancur spectra juga dapat dijangkau melaui stasiun ini. Lorong menuju pintu keluar dari stasiun ini terdapat banyak gambar-gambar bunga dan hutan, cukup instagram-able.




Keluar dari stasiun belok kanan menuju Garden by the bay, sebelah kiri ada Marina Bay yang berdiri dengan megahnya. Sebelah kanan ada semacam danau, ada air mancurnya juga. Terdapat banyak sekali tanaman disini dari berbagai jenis, rasanya sulit dipercaya bahwa Singapura yang merupakan negara maju memiliki taman-taman seperti ini. Seperti hutan didalam kota dan dihiasi lampu-lampu yang tiap berapa detik berganti warna. Indah.




Untuk sampai ke Garden by the bay ini kita akan melewati sebuah jembatan, jembatan ini pun terlihat indah dengan dihiasi lampu-lampu. Sungguh setiap sudut tempat ini adalah keindahan nan mewah.
Walaupun sudah malam, masih ramai saja pengunjung yang datang kesini. Kami berkeliling tempat ini sekitar setengah jam santai, tidak banyak tempat yang kami datangi, maklum luas totalnya saja 101 ha.

Kaki sudah pegal, kami kembali menuju MRT. Kami ingin akan pergi ke Clarke Quay. Dermaga di tepi sungai yang menjadi tujuan utama semua wisatawan yang datang ke Singapura, tentu saja patung merlion berada disini.
Untuk menuju kesini, dari MRT Bayfront, ambil MRT jalur oren menuju stasiun Marina Bay, kemudian pindah ke MRT jalur merah tujuan Raffles Place, pilih pintu exit H dan berbelok ke arah kanan. Cukup jauh berjalan menyusuri tepian sungai hingga sampai di Patung Merlion, tetapi tentu saja tidak akan membosankan karena banyak spot menarik untuk berfoto di sepanjang jalan ini.

 
Dari pinggir sungai ini terlihat jelas arsitektur Marina by Sands yang menyerupai kapal, Helix Bridge yang keren dan bangunan-bangunan lain yang tidak kalah Indah dihiasi lampu-lampu. Kami menghabiskan malam beberapa jam disini sebelum akhirnya kembali ke Hotel.

Keesokan harinya kami memutuskan untuk pergi ke Singapore Botani Garden. Dari Stasiun MRT Little India ambil jalur biru DT12 menuju Stasiun Botanic Gardens di DT. Tidak sulit menemukan Singapore Botanic Gardens, hanya berjarak beberapa meter saja dari pintu keluar Stasiun MRT DT9.
 
 

Singapore Botanic Gaerdens merupakan sebuah taman kota seluas 60 Ha dengan berbagai macam jenis tanaman dari seluruh dunia, sungguh suatu hal yang sangat luar biasa. Karna hanya berjalan kaki, bahkan kami tidak sanggup mengelilingi 1% saja dari luas lahan ini. Mungkin pada kesempatan berikutnya bisa mengexplore tempat ini lebih banyak lagi.
 

 
 

CERITA PERJALANAN DI THAILAND DAN MALAYSIA


Cerita ini adalah lanjutan dari perjalanan pulang saya dari salah satu Provinsi di Thailand yaitu Krabi. Seperti kisah di artikel sebelumnya, kami menggunakan bus dari Krabi menuju Kota Hatyai di Provinsi Songkhla. Hatyai adalah Kota terdekat dengan perbatasan Thailand dan Malaysia. Jam menunjukkan pukul 22.00 saat kami tiba di Stasiun bus Hatyai. Niat hati ingin terus melanjutkan perjalanan ke Kuala Lumpur, tapi ternyata disini hanya stasiun bus domestik saja, tidak ada bus antar negara disini. Info dari orang-orang di stasiun ini, bus ke Kuala Lumpur pun hanya sampai pukul 19.00, dan naiknya pun di Kota Hatyai. Tak ada pilihan lain selain menginap di Hatyai malam ini, kami mencari penginapan di kasawan Lee Garden, kami menyewa tuk-tuk seharga 120* bath untuk menuju kesana.

Kami menginap di DEE Hostel Hatyai seharga 220 bath per orang, dormitory. Saya dan Pita di female dorm, dan Eka di male dorm. ada 4 ranjang bertingkat, saat kami masuk, hanya ada seorang tamu disana. Seorang perempuan dari Kuala Lumpur, kami berkenalan, Elya namanya. Dia datang ke Hatyai bersama seorang temannya bernama Kairy, memang bermaksud untuk jalan-jalan saja. Dia pun mengajak kami untuk bersama-sama keliling Hatyai besok paginya, kebetulan mereka juga akan kembali ke Kuala Lumpur besok. Setelah dipikir-pikir, kenapa tidak, kami sudah di Hatyai, kapan lagi bisa kesini, kami pun menerima ajakannya.



Pagi-pagi sekitar jam 7.00 kami sudah check out dari hostel, kami bertiga membeli tiket ke Kuala Lumpur terlebih dahulu, harga tiketnya 550 bath. Kami ambil keberangkatan terakhir pada jam 7.00 malam, bus yang kami gunakan adalah Intertop Express, bus yang sama dengan Elya. Kantornya hanya berjarak beberapa ruko saja dari hostel kami. Barang-barang kami titipkan di loket bus, dan hari ini kami akan ikut Elya berkeliling Hatyai. Karna tujuan Elya memang untuk berwisata, jadi kami hanya mengekor saja, semua tempat tujuan dan transportasi yang digunakan, dia yang atur, kami hanya berpesan bahwa budget kami sudah minim, jadi kami minta dia untuk memilih yang paling irit diatara yang irit, hahaha..



Chabura Dimsum Hatyai

Setelah mendapatkan tiket bus, Elya memesan grab, dia mengajak kami untuk sarapan di Chabura Dimsum, Restoran Korea. Masing-masing porsi makanan seharga 20 bath, kami memilih jenis makanan secara random untuk kami share beramai-ramai. Masing-masing kami kena sekitar 60 bath.


Clock Tower Hatyai
Sehabis sarapan, kami menuju Clock Tower dengan menggunakan grab lagi. Clock tower adalah Historical landmark di Hatyai. Disini kami naik minivan tujuan Samila Beach, ongkosnya 35 bath per orang. Samila beach adalah sebuah pantai di kawasan Mueang Songkhla, Kota Pesisir di Thailand bagian selatan. Pantai Samila ini terkenal dengan legenda Putri Duyungnya, di pantai ini juga dibangun sebuah patung Mermaid yang tengah duduk di atas batu, patung inilah yang menjadi Ikon Samila beach. Pengunjung disini ramai didominasi oleh wisatawan dari Malaysia, mungkin karna dekat dengan perbatasan. Di sekitar pantai ini juga banyak toko-toko baju dan souvenir khas Thailand dengan harga yang cukup murah, lebih murah dibandingkan di Krabi. Jika tak punya uang bath, mereka juga menerima bayaran dengan uang Ringgit Malaysia.


Samila Beach, Songkhla

Puas berkeliling pantai, mengambil foto juga berbelanja, kami melanjutkan perjalanan menuju Khlong Hae Floating Market, kami menyewa tuk-tuk seharga 400 bath untuk 5 orang. Cukup jauh untuk kesini, lebih kurang 1 jam. Floating market ini beroperasi setiap hari mulai pukul 15.00 sore. Saat kami tiba disana, beberapa penjual masih akan menggelar dagangannya, tapi banyak juga yang sudah ready. Seperti namanya, Floating market yang berada di sungai Khlong Hae ini merupakan pasar terapung yang menjual jajanan pasar, penjual hanya berada diatas perahu. Pedagang disini umumnya masyarakat muslim Hatyai, jadi hampir semua makanan yang dijual disini halal. Pengunjung yang datang juga didominasi oleh wisatawan asal Malaysia. Selain itu, makanan disini juga tergolong murah, mulai dari harga 10 bath, atau sekitar 5000 rupiah saja. Kami membeli berbagai makanan dan minuman, disini juga disediakan tempat duduk untuk pengunjung menikmati makanannya.


Khlong Hae Floating Market, Hatyai

Puas belanja makanan, dengan menggunakan grab, kami lanjut mengunjungi  Kuil Wat Hat Yai Nai, atau yang lebih dikenal dengan Sleeping Buddha. Di kuil ini terdapat patung Buddha tidur berukuran raksasa, kabarnya ini adalah patung Buddha tidur terbesar ketiga di dunia, wow juga yah. Agak sepi disini, tidak banyak pengunjung, mungkin ramai saat ada ritual keagamaan saja atau musim liburan. Tak lama kami disini, sekitar 10 menit saja untuk sekedar mengabadikan moment, kami meminta driver grab untuk menunggu sebentar sebelum akhirnya kembali ke loket bus di Kota Hatyai.


Wat Hat Yai Nai / Sleeping Buddha
Pukul 18.00 kami sudah berada di loket bus lagi, masih ada satu jam lagi sebelum bus berangkat, sebenarnya pusat perbelanjaan di Kota Hatyai tak jauh dari loket bus ini, tapi kami sudah cukup lelah, akhirnya santai saja di loket ini. Tempatnya cukup luas, ada fasilitas wifi dan tempat untuk cas hp juga, nyaman buat kami yang fakir kuota, hehe.. 

Pukul 18.50 bus sudah datang, penumpang langsung disuruh naik, tepat waktu sekali busnya. Tepat pukul 19.00 bus sudah melaju. Bus ini nyaman sekali, ada tempat untuk selonjoran kaki, sandaran bisa diturunkan dan dikasih selimut, formasi kursinya 1-2, saya duduk di kursi paling depan sebelah kiri dan 2 orang teman saya di barisan kanan.

Satu setengah jam kemudian, pukul 20.30, bus sampai di, Imigrasi Sadao, wilayah perbatasan Thailand dengan Malaysia, semua penumpang turun untuk cap passport, petugas mengambil kembali potongan travel card yang di isi saat kita masuk Thailand. Keluar dari imigrasi, bus sudah menunggu, penting bagi kita untuk memperhatikan bus yang kita naiki sebelumnya, atau perhatikan penumpang lain yang satu bus dengan kita, jangan sampai naik bus yang salah, karna bisa saja ada beberapa bus disana.

Setelah semua penumpang naik, bus melaju kembali, saat ini kita berada di zona netral, wilayah tak bertuan. Kita sudah keluar dari Thailand tapi belum masuk Malaysia, 5 menit berjalan akhirnya sampai di Imigrasi Malaysia di Bukit Kayu Hitam. Penumpang disuruh turun beserta seluruh barang bawaan, disini barang bawaan kita melewati pemeriksaan X-ray. Setelah cap passport dan keluar imigrasi, saya melihat petugas juga memeriksa bus yang kami tumpangi. Jika kita atau barang bawaan bermasalah di imigrasi, bus tidak akan menunggu lama, kita akan ditinggal. Setelah semua penumpang sudah naik, sekali lagi jangan sampai naik ke bus yang salah.

Bus kembali melaju, ada semacam perasaan nyaman setelah melewati proses imigrasi, artinya kita sudah berada di wilayah Malaysia. Sekitar 20 menit berjalan, masih di wilayah Bukit Kayu Hitam, bus berhenti di sebuah rumah makan, banyak penumpang yang turun, tapi kami memilih tetap di bus saja karna kami sudah makan, beberapa bekal makanan pun kami bawa. Kurang lebih 15 menit berada disini. Dari perbatasan Thailand - Malaysia, bus akan melewati beberapa kota, driver akan memberi tahu di setiap perhentian, jika akan turun di salah satu kota, sebaiknya pertajam saja pendengaran, jangan sampai tertidur pulas. Karna kami akan turun di perhentian terakhir bus yaitu TBS (Terminal Bersepadu Selatan) maka dapat tidur dengan lebih tenang.

Perjalanan dari Hatyai menuju Kuala Lumpur memakan waktu sekitar 10 jam. Pukul 5.00 pagi kami tiba di perhentian bus TBS. Masih dalam keadaan mengantuk dan terombang ambing, langkah gontai, 10 jam diatas bus bukan waktu yang sebentar. Naik ke lantai II terminal, kami menuju stasiun KTM Komuter, tujuan selanjutnya adalah KL Sentral, saat ingin membeli tiket di counternya, ternyata harganya sudah naik RM10 per orang, 2 bulan yang lalu masih RM3 per orang, dan sejak 1 Januari 2019 tiketnya juga tidak berbentuk token lagi, tapi sudah berbentuk kartu. Saya pun mengurungkan niat untuk membeli, entah karna tau harga sebelumnya cukup murah atau karna budget sudah minim, RM10 terasa sangat mahal. Kami memutuskan untuk istirahat dulu didepan mushola sambil berdiskusi untuk menggunakan alternatif lain, saya mencuci muka dan menyikat gigi disana, merasa sedikit fresh.

Kurang lebih setengah jam kami beristirahat, saya mengusulkan ke teman-teman untuk menggunakan KLIA Transit, beberapa bulan lalu harganya masih RM6, harap-harap sekarang tidak naik juga. Kami berjalan menuju counter Stasiun KLIA Transit, Alhamdulillah ternyata masih RM6 tujuan KL Sentral. Setelah mendapatkan tiket, kami menuju platform untuk menunggu Kereta. KLIA Transit ini adalah Kereta Express tujuan Bandara, tapi dia akan berhenti / transit di KL Sentral. Kereta ini melaju dengan kecepatan tinggi. Sekitar 20 menit kami tiba di KL Sentral. KL Sentral adalah pusat segala moda transportasi di Kuala Lumpur. Dari sini, kami akan menuju Stasiun Batu Cave menggunakan KTM Komuter, harganya RM4 per orang. Ikuti saja petunjuk di platform dan pastikan screen informasi bertulis Batu Cave, jangan sampai salah naik kereta.

Setelah cukup lama menunggu kereta tujuan Batu Cave, akhirnya datang juga. Kami naik ke kereta bersama penumpang lain yang tujuan sama ataupun se arah, penumpangnya di dominasi oleh warga keturunan India. Stasiun Batu Cave adalah stasiun paling ujung, sebelumnya ada beberapa stasiun yang akan dilewati. Kurang lebih satu jam kereta tiba di stasiun Batu Cave, keluar dari stasiun kita akan disambut oleh patung Hanoman Raksasa dan kuil Hindu. Kebetulan, pada saat kami kesini adalah hari terakhir perayaan Thaipusam, jadi ramai sekali disini. Dari pintu keluar Stasiun ini kami terus berjalan lurus, banyak pedagang makanan di kiri kanan jalan, akhirnya sampai di depan patung emas raksasa, Patung Dewa Murugan. Di sebelah kiri patung ada ratusan anak tangga menuju kuil, ada 172 anak tangga kabarnya. Karna sudah pernah kesini sebelumnya jadi saya tidak berlama-lama disini, saya dan Eka akan pergi ke Gua Damai untuk memanjat tebing. Sementara Pita tetap disini untuk berwisata.


Maafkan tampang saya yang awut-awutan
Kami berjalan keluar menuju jalan raya, dengan menggunakan grab kami menuju Gua Damai yang lokasinya tak begitu jauh dari sini, masih di bukit yang sama. Sampai di Gua Damai, ada beberapa orang yang memanjat disana, biasanya weekend seperti ini ramai sekali disana, mungkin karna masih terlalu pagi. Kami memilih jalur yang gampang-gampang saja, badan sudah lelah.


Gua Damai Extreme Park

Setelah seharian kami disini, tentunya lebih banyak nongkrong daripada memanjat, sore nya kami menuju hostel di kawasan pasar seni yang sudah di booking oleh Pita sebelumnya. Kami kesini di antar oleh teman-teman pemanjat dari Kuala Lumpur dengan mobilnya. Ini malam terakhir kami berada di Kuala Lumpur. Besok pagi kami akan pulang ke Padang.

Pukul 6.00 pagi kami check out dari hostel dan memesan grab untuk ke KLIA2, penerbangan kami pukul 11.00. Sengaja lebih pagi karna kami tidak ingin terjebak macet. Perjalanan dari pasar seni ke bandara memakan waktu sekitar 1 jam. Hal berkesan saat kami sampai di bandara dan akan membayar grab seharga RM75. Kami sudah tidak punya uang ringgit lagi, saya coba tanya di money changer di bandara untuk menukar rupiah dan nilai tukar rupiahnya sangat rendah, akhirnya saya meminta driver grab untuk menerima uang rupiah, dia terlihat ragu awalnya, tapi saya meyakinkan bahwa uang ini dapat ditukar tetapi jangan di bandara, saya membayar 280K rupiah.


Tidur di bandara KLIA2
Sebelum masuk ke Lobbi ruang tunggu, kami membeli beberapa biskuit untuk mengganjal perut karna belum sempat sarapan, uang ringgit kami tidak lebih dari RM15 saja. Ruang tunggu kami di Lobbi P, artinya cukup jauh kami akan berjalan, tidak apalah, waktu masih lama. Masih jam 8.00 pagi, ada 3 jam lagi sebelum keberangkatan, semoga tidak delay pula. Saya memilih tidur di depan ruang tunggu, kebetulan lantai disana ada karpetnya, lelah dan mengantuk sekali rasanya. Pukul 10.30 ruang tunggu sudah dibuka dan kami pun naik ke pesawat. 1 jam kemudian sudah mendarat di BIM, Padang. Setelah keluar dari bandara, kami langsung menyerbu Rumah Makan Padang, lapar sekali, dan kami pun makan seperti orang kesetanan.haha..

Itulah kisah perjalanan saya mengunjungi Thailand dan Malaysia kali ini, Terimakasih sudah membaca dan berkunjung ke blog saya, banyak lagi cerita perjalanan yang mungkin belum saya tuangkan di artikel, semoga cerita saya tidak membosankan. Saya mengharapkan komentar, kritik, saran kalian dan pertanyaan apapun mengenai perjalanan ini. Jika berkenan dengan cerita saya, silahkan baca juga artikel lainnya.
Akhir kata, Sampai Jumpa di Perjalanan Selanjutnya. !!

TRIP PANJAT TEBING DI KRABI THAILAND PART 2


Seperti kesepakatan yang sudah kami buat malam sebelumnya, bahwa hari ini kami akan manjat bareng. Saya membangunkan Lena ke kamarnya, kami akan sarapan terlebih dahulu bersama Yuval di Green Restaurant, agak jauh dari bungalow kami. Teman-teman yang lain sudah duluan, mereka akan menunggu kami di pantai di depan Freedom Bar. Saat kami tiba di Green Restaurant, Yuval sudah selesai sarapan, kami sedikit terlambat, langsung saja kami order makanan, Manggo sticky rice lagi dan segelas kopi panas, seperti hari kemaren, satu piring kami share berdua. Green Restaurant harganya sedikit lebih fancy dari Mama's Kitchen yang berada di depan bungalow kami, tapi soal rasa boleh diadu. Sambil menikmati sarapan, kami mengobrol banyak, tentang pekerjaan kita masing-masing dan lain sebagainya, cukup lama kami disana sebelum menyusul teman-teman yang sudah duluan.


kiri : saya saat sarapan bersama Yuval dan Lena,   kanan: mango sticky rice green restaurant

Saat kami sampai di pantai, kami tidak menemukan teman-teman yang lain, mungkin karna kami kelamaan, mereka bosan menunggu dan sudah pergi ke lokasi pemanjatan. Kami berjalan menyusuri pantai arah ke Railay, Yuval sudah dua kali kesini sebelumnya, jadi dia kami jadikan sebagai leader. Dia mengajak kami ke Phra Nang beach, ada beberapa jalur pemanjatan disini, saat kami sampai disana lagi-lagi sudah ramai, dia mengajak kami ke lokasi lain, One Two Three Wall, disini pun ramai juga, tapi kami tidak mungkin mencari lokasi lain lagi karna semua pasti sudah ramai juga, kami memilih untuk antri disini saja.


one two three wall

Di 123 Wall ini banyak jalur mudah, bahkan untuk pemanjat pemula lokasi ini sangat cocok, guide lokal pun ramai disini. Tetapi jika ingin memanjat disini sebaiknya pagi-pagi sekali sebelum air laut pasang, karna beberapa jalur lokasinya sangat dekat dengan pantai. Setelah menunggu beberapa saat, kami dapat giliran memanjat di salah satu jalur, Yuval leading, saya dan Lena awalnya memanjat secara Top Rope, tapi karna jalur ini terasa cukup mudah, saya pun mencoba leading. Beberapa jalur kami panjat disini, hari sudah beranjak siang. Kami memutuskan untuk mencari makan siang di kawasan pantai Railay.



Di Railay beach ini ramai pengunjung, lebih ramai daripada di Ton Sai. Disini juga banyak Resort mewah dan restoran, saya meminta mereka untuk makan di restoran berlabel halal, tidak susah menemukannya. Saya memesan nasi putih dengan sotong, lupa nama menunya. Lena memesan pancake dan Yuval nasi goreng, masing-masing juga memesan juice. Harga makanan disini sama dengan harga di Ao Nang, rata-rata 80 bath untuk se porsi.


Jalan menuju Phra Nang Beach

Selesai makan siang, Yuval mengajak kami berenang di Phra Nang beach, tapi sebelum kesana kami akan melihat lokasi jalur pemanjatan di Taiwan Wall terlebih dahulu, kami berencana untuk memanjat disana besoknya. Taiwan wall berada di atas bukit ujung pantai Railay, jalan setapak yang turun naik mengikuti kontur bukit, dalam perjalanan menuju Taiwan wall ini kami bertemu Eka dan Ivan bersama pemanjat lain, ternyata mereka memanjat disini, sementara Pita pergi berenang di pantai. Ivan mengikuti kami menuju Taiwan Wall.


Taiwan wall dengan view laut

Cukup jauh perjalanan kesini, dan untuk sampai ke Taiwan wall ini kita harus melewati tanjakan curam berbatu, tetapi mereka sudah memasang tali disepanjang lintasan untuk pegangan saat naik ataupun turun, hanya saja harus hati-hati dengan pijakan karna batu yang terinjak bisa saja jatuh dan menimpa orang yang dibawah. Sampai di lokasi, seperti dugaan, disini juga sangat ramai oleh pemanjat. Tapi hari ini kami hanya cek lokasi saja, besok pagi-pagi kami akan kembali kesini sebelum ramai. Pemandangan dari sini ke arah laut juga begitu menakjubkan, pantas saja lokasi ini cukup popouler di kalangan pemanjat. Rasanya belum sah kalau ke Krabi tidak memanjat disini.


View dari Taiwan Wall

Kami kembali ke Railay, Eka masih memanjat di jalur yang sama. Kami kembali menuju Phra Nang beach untuk berenang, Ivan juga ikut. Lena sudah duluan turun dari bukit, kami bertiga tertinggal di belakang, saat kami sampai di Phra Nang, kami pun tidak menemukan Lena. Sementara Yuval dan Ivan berenang, saya duduk dipinggir pantai sambil menjaga barang-barang. Ramai sekali orang di pantai Phra Nang ini, berenang, berjemur atau sekedar berjalan-jalan saja. Di pantai ini juga ada Museum Penis yang terbuat dari kayu dan bermacam ukuran. Entahlah, saya pun tak mengerti kenapa ada museum seperti ini, yang pasti kita harus menghargai kepercayaan dan adat istiadat setempat.


Museum Penis
Saya dan Yuval bergantian menjaga barang-barang, karna saya tidak terlalu mahir berenang, saya hanya berenang di lokasi yang tidak terlalu dalam. Pantai disini airnya bersih, tidak terlihat sampah yang berarti. Disini juga ada lokasi berenang yang teduh, terlindung dari cahaya matahari, cocok sekali dengan saya yang tidak suka berjemur seperti turis kebanyakan, takut item..hehe.


Suasana Phra Nang beach yang ramai
Setelah puas berenang, kami berencana kembali ke Ton Sai, hari pun sudah agak sore, tiba-tiba Lena tiba di Phra Nang, katanya dia baru saja berjalan-jalan di belakang kawasan pantai Railay yang tidak ada pengunjung, bahkan katanya sempat melihat Aligator. Kami putuskan untuk menunggu Lena berenang dulu kemudian baru kembali ke Ton Sai.

Berhubung besok adalah hari ulang tahun Lena, dan malam ini adalah malam terakhir saya berada di Ton Sai sebelum kembali ke Kuala Lumpur. Jadi malam ini kami bermaksud mengadakan pesta kecil-kecilan (jelangkung kali ya). Kami makan malam di Green Restaurant, saya dan Lena share lagi, kami memesan Pad Thai dan minuman dingin. Setelah makan malam, kami kembali ke Monkey's Bar untuk party, Yuval juga mengundang dua orang temannya untuk bergabung, Sam dan Mac, pemanjat tebing dari Amerika juga. Kami menyetel musik dengan keras, beer, berdansa tak tentu arah, bermain ping pong, target, uno dan banyak lagi permainan lain di Bar ini, kebetulan malam ini hanya kami saja disini, tidak ada pengunjung lain.


kiri ; saya dengan background Monkey's Bar,     kanan ; minuman oplosan kami, hehe...

Sekitar pukul 11 malam, pemilik Bar meminta kami mengecilkan volume musik, maklum sekitar sini ada beberapa rumah warga, kami pun mengikutinya dan menyetel musik bernada slow saja. Lena terus membujuk kami untuk tinggal lebih lama, jangan pulang besok dan cancel saja penerbangan kami ke Indonesia, kalau ada yang sponsori mau aja neng..haha.


Makan malam bersama
Kami nongkrong hingga larut malam, Yuval dan dua temannya kembali ke penginapan mereka, kami yang tinggal di bungalow ini masih terus mengobrol, saya mendengarkan Ivan bercerita tentang cita-citanya yang ingin traveling keliling dunia, dia juga berjanji jika suatu hari datang ke Indonesia akan mengunjungiku. Malam ini juga malam terakhirnya berada di Ton Sai, besok pagi dia akan ke Surattani untuk belajar Yoga. Malam sudah sangat larut, saya pamit kepada Ivan untuk istirahat. 

Pagi harinya saya bangun lebih awal, ini hari terakhir berada di Ton Sai. Saya Lena dan Yuval sarapan di warung Mama's Kitchen. Pagi ini kami akan memanjat di Taiwan wall, hanya kami bertiga saja, Eka dan Pita tidak ikut, saya punya waktu setengah hari saja. Kami menuju Taiwan wall, beruntung sampai disana belum ramai, hanya ada beberapa orang pemanjat. Kami memilih jalur yang gampang saja, tapi jalurnya cukup tinggi. Yuval sebagai leader, saya memanjat Top Rope saja. Lena mencoba leading. Ada 2 jalur yang kami panjat. Beberapa lama kami disini. Angin bertiup cukup kencang, kadang berdebu dan bikin kelilipan, akhirnya kami turun dan mencari jalur lain.


kiri ; rambut berantakan karna tiupan angin, tengah ; memanjat salah satu jalur di Taiwan wall ,
kanan ; suasana di Taiwan wall

Hari sudah tengah hari saat kami pindah jalur, saya tak punya waktu lagi, saya harus pamit dan kembali ke bungalow untuk packing barang. Lena masih saja merayu untuk tetap tinggal, bahkan dia sempat bercanda mengikat saya di pohon agar tidak kembali.. haha. Kami saling berpelukan, sedih rasanya harus berpisah. Waktu 3 hari ini telah membuat kami begitu akrab. Dan kami berjanji untuk selalu terhubung lewat sosial media.

Yuval dan Lena melanjutkan pemanjatan di Railay. Saya berjalan sendiri kembali ke Ton Sai, sedih memang tak dapat tinggal lebih lama, langkah saya gontai, nafas terasa sesak, perasaan bercampur aduk, rasanya dunia akan berakhir, lebay lo..hehe. Tapi memang, saat melakukan perjalanan, mengenal orang-orang baru jauh lebih berkesan dibandingkan hanya sekedar menikmati pemandangan. Itulah yang membuat saya selalu ingin berjalan.

Sampai di Ton Sai, di depan Freedom Bar, saya bertemu teman-teman dari Bandung, mereka masih beberapa hari lagi disini, dan saya pun pamit balik duluan. Di bungalow teman-teman saya sudah menunggu dan siap berangkat, Ivan juga sudah berangkat pagi tadi. Saya packing barang dan mandi, lalu kami pamit dan berterimakasih kepada pemilik bungalow.


Bersama teman-teman dari Bandung
Kami kembali ke Ton Sai untuk naik boat menuju Ao Nang, sesampai di loket tiket, kami masih harus menunggu beberapa orang lagi hingga kuota penumpang tercukupi, maklum di Ton Sai tidak se ramai Railay. Tapi beruntung kami menunggu tidak lama, dan perahu melaju ke Ao Nang. Harga tiket masih sama dari Ao Nang ke Ton Sai, yaitu 100* bath


Saat tiba kembali di Ao Nang
Tiba di Ao Nang, kami membeli beberapa barang dan souvenir. Setelah puas berkeliling, kami menanyakan transportasi menuju Hatyai di salah satu Tourist Information yang banyak tersebar di Ao Nang. Mereka mengatakan minivan terakhir ke Hatyai jam 11.00, sementara saat itu sudah pukul 15.00 siang. Mereka menyuruh kami pergi ke Stasiun Bis Krabi, disana setiap setengah jam ada bus yang berangkat. Kami menggunakan Locol Bus untuk ke Stasiun bus. Locol Bus ini semacam angkot, mini truck dengan kursi penumpang hadap-hadapan, mirip tuk-tuk tetapi lebih besar ukurannya. Untuk ke Stasiun Bus ongkosnya 60 bath per orang. Tak perlu ragu bertanya, daftar harga dan tujuan sudah di tempel di locol bus ini, menarik sekali.

Lebih kurang 1 jam perjalanan kami sampai di Krabi Bus Stasiun. Langsung membeli tiket ke Hatyai, harganya 170 bath, berangkat jam 16.30. Stasiun ini juga sudah canggih, kita tinggal menunggu bus di gate-gate yang sudah ada label tujuannya, kami menunggu sekitar 10 menit, bus pun datang. Kami naik ke bus, tempat duduk tidak ditentukan, pilih saja yang masih kosong. Saya mengambil tempat duduk paling depan, penumpang di sebelah saya seorang gadis dari Kenya, Afrika. Kami mengobrol banyak, tapi lupa berkenalan, saya tidak tau namanya, dia turun di Kota Trang.

Hatyai adalah wilayah Thailand yang merupakan kota terdekat untuk masuk ke  Malaysia. Perjalanan dari Krabi ke Hatyai memakan waktu sekitar 5 jam, setelah lebih kurang 2 jam perjalanan, bus berhenti di sebuah restoran dan pusat oleh-oleh selama 15 menit, kami memanfaatkannya untuk makan malam, kami makan nasi putih dengan lauk pauk seharga 50 bath, saya tidak tau nama daerahnya karna sudah malam. Perut sudah terisi, bus sudah melaju kembali, saya pun memilih tidur hingga sampai di Stasiun Bus Hatyai.

Baca kelanjutan ceritanya disini

*Nilai tukar mata uang Thailand Bath terhadap Rupiah saat itu 1 bath = 450 rupiah