Seperti kesepakatan yang sudah kami buat malam sebelumnya, bahwa hari ini kami akan manjat bareng. Saya membangunkan Lena ke kamarnya, kami akan sarapan terlebih dahulu bersama Yuval di Green Restaurant, agak jauh dari bungalow kami. Teman-teman yang lain sudah duluan, mereka akan menunggu kami di pantai di depan Freedom Bar. Saat kami tiba di Green Restaurant, Yuval sudah selesai sarapan, kami sedikit terlambat, langsung saja kami order makanan, Manggo sticky rice lagi dan segelas kopi panas, seperti hari kemaren, satu piring kami share berdua. Green Restaurant harganya sedikit lebih fancy dari Mama's Kitchen yang berada di depan bungalow kami, tapi soal rasa boleh diadu. Sambil menikmati sarapan, kami mengobrol banyak, tentang pekerjaan kita masing-masing dan lain sebagainya, cukup lama kami disana sebelum menyusul teman-teman yang sudah duluan.
kiri : saya saat sarapan bersama Yuval dan Lena, kanan: mango sticky rice green restaurant
Saat kami sampai di pantai, kami tidak menemukan teman-teman yang lain, mungkin karna kami kelamaan, mereka bosan menunggu dan sudah pergi ke lokasi pemanjatan. Kami berjalan menyusuri pantai arah ke Railay, Yuval sudah dua kali kesini sebelumnya, jadi dia kami jadikan sebagai leader. Dia mengajak kami ke Phra Nang beach, ada beberapa jalur pemanjatan disini, saat kami sampai disana lagi-lagi sudah ramai, dia mengajak kami ke lokasi lain, One Two Three Wall, disini pun ramai juga, tapi kami tidak mungkin mencari lokasi lain lagi karna semua pasti sudah ramai juga, kami memilih untuk antri disini saja.
Di 123 Wall ini banyak jalur mudah, bahkan untuk pemanjat pemula lokasi ini sangat cocok, guide lokal pun ramai disini. Tetapi jika ingin memanjat disini sebaiknya pagi-pagi sekali sebelum air laut pasang, karna beberapa jalur lokasinya sangat dekat dengan pantai. Setelah menunggu beberapa saat, kami dapat giliran memanjat di salah satu jalur, Yuval leading, saya dan Lena awalnya memanjat secara Top Rope, tapi karna jalur ini terasa cukup mudah, saya pun mencoba leading. Beberapa jalur kami panjat disini, hari sudah beranjak siang. Kami memutuskan untuk mencari makan siang di kawasan pantai Railay.
Di Railay beach ini ramai pengunjung, lebih ramai daripada di Ton Sai. Disini juga banyak Resort mewah dan restoran, saya meminta mereka untuk makan di restoran berlabel halal, tidak susah menemukannya. Saya memesan nasi putih dengan sotong, lupa nama menunya. Lena memesan pancake dan Yuval nasi goreng, masing-masing juga memesan juice. Harga makanan disini sama dengan harga di Ao Nang, rata-rata 80 bath untuk se porsi.
Selesai makan siang, Yuval mengajak kami berenang di Phra Nang beach, tapi sebelum kesana kami akan melihat lokasi jalur pemanjatan di Taiwan Wall terlebih dahulu, kami berencana untuk memanjat disana besoknya. Taiwan wall berada di atas bukit ujung pantai Railay, jalan setapak yang turun naik mengikuti kontur bukit, dalam perjalanan menuju Taiwan wall ini kami bertemu Eka dan Ivan bersama pemanjat lain, ternyata mereka memanjat disini, sementara Pita pergi berenang di pantai. Ivan mengikuti kami menuju Taiwan Wall.
Cukup jauh perjalanan kesini, dan untuk sampai ke Taiwan wall ini kita harus melewati tanjakan curam berbatu, tetapi mereka sudah memasang tali disepanjang lintasan untuk pegangan saat naik ataupun turun, hanya saja harus hati-hati dengan pijakan karna batu yang terinjak bisa saja jatuh dan menimpa orang yang dibawah. Sampai di lokasi, seperti dugaan, disini juga sangat ramai oleh pemanjat. Tapi hari ini kami hanya cek lokasi saja, besok pagi-pagi kami akan kembali kesini sebelum ramai. Pemandangan dari sini ke arah laut juga begitu menakjubkan, pantas saja lokasi ini cukup popouler di kalangan pemanjat. Rasanya belum sah kalau ke Krabi tidak memanjat disini.
Kami kembali ke Railay, Eka masih memanjat di jalur yang sama. Kami kembali menuju Phra Nang beach untuk berenang, Ivan juga ikut. Lena sudah duluan turun dari bukit, kami bertiga tertinggal di belakang, saat kami sampai di Phra Nang, kami pun tidak menemukan Lena. Sementara Yuval dan Ivan berenang, saya duduk dipinggir pantai sambil menjaga barang-barang. Ramai sekali orang di pantai Phra Nang ini, berenang, berjemur atau sekedar berjalan-jalan saja. Di pantai ini juga ada Museum Penis yang terbuat dari kayu dan bermacam ukuran. Entahlah, saya pun tak mengerti kenapa ada museum seperti ini, yang pasti kita harus menghargai kepercayaan dan adat istiadat setempat.
Saya dan Yuval bergantian menjaga barang-barang, karna saya tidak terlalu mahir berenang, saya hanya berenang di lokasi yang tidak terlalu dalam. Pantai disini airnya bersih, tidak terlihat sampah yang berarti. Disini juga ada lokasi berenang yang teduh, terlindung dari cahaya matahari, cocok sekali dengan saya yang tidak suka berjemur seperti turis kebanyakan, takut item..hehe.
Setelah puas berenang, kami berencana kembali ke Ton Sai, hari pun sudah agak sore, tiba-tiba Lena tiba di Phra Nang, katanya dia baru saja berjalan-jalan di belakang kawasan pantai Railay yang tidak ada pengunjung, bahkan katanya sempat melihat Aligator. Kami putuskan untuk menunggu Lena berenang dulu kemudian baru kembali ke Ton Sai.
Berhubung besok adalah hari ulang tahun Lena, dan malam ini adalah malam terakhir saya berada di Ton Sai sebelum kembali ke Kuala Lumpur. Jadi malam ini kami bermaksud mengadakan pesta kecil-kecilan (jelangkung kali ya). Kami makan malam di Green Restaurant, saya dan Lena share lagi, kami memesan Pad Thai dan minuman dingin. Setelah makan malam, kami kembali ke Monkey's Bar untuk party, Yuval juga mengundang dua orang temannya untuk bergabung, Sam dan Mac, pemanjat tebing dari Amerika juga. Kami menyetel musik dengan keras, beer, berdansa tak tentu arah, bermain ping pong, target, uno dan banyak lagi permainan lain di Bar ini, kebetulan malam ini hanya kami saja disini, tidak ada pengunjung lain.
Sekitar pukul 11 malam, pemilik Bar meminta kami mengecilkan volume musik, maklum sekitar sini ada beberapa rumah warga, kami pun mengikutinya dan menyetel musik bernada slow saja. Lena terus membujuk kami untuk tinggal lebih lama, jangan pulang besok dan cancel saja penerbangan kami ke Indonesia, kalau ada yang sponsori mau aja neng..haha.
Kami nongkrong hingga larut malam, Yuval dan dua temannya kembali ke penginapan mereka, kami yang tinggal di bungalow ini masih terus mengobrol, saya mendengarkan Ivan bercerita tentang cita-citanya yang ingin traveling keliling dunia, dia juga berjanji jika suatu hari datang ke Indonesia akan mengunjungiku. Malam ini juga malam terakhirnya berada di Ton Sai, besok pagi dia akan ke Surattani untuk belajar Yoga. Malam sudah sangat larut, saya pamit kepada Ivan untuk istirahat.
Pagi harinya saya bangun lebih awal, ini hari terakhir berada di Ton Sai. Saya Lena dan Yuval sarapan di warung Mama's Kitchen. Pagi ini kami akan memanjat di Taiwan wall, hanya kami bertiga saja, Eka dan Pita tidak ikut, saya punya waktu setengah hari saja. Kami menuju Taiwan wall, beruntung sampai disana belum ramai, hanya ada beberapa orang pemanjat. Kami memilih jalur yang gampang saja, tapi jalurnya cukup tinggi. Yuval sebagai leader, saya memanjat Top Rope saja. Lena mencoba leading. Ada 2 jalur yang kami panjat. Beberapa lama kami disini. Angin bertiup cukup kencang, kadang berdebu dan bikin kelilipan, akhirnya kami turun dan mencari jalur lain.
Hari sudah tengah hari saat kami pindah jalur, saya tak punya waktu lagi, saya harus pamit dan kembali ke bungalow untuk packing barang. Lena masih saja merayu untuk tetap tinggal, bahkan dia sempat bercanda mengikat saya di pohon agar tidak kembali.. haha. Kami saling berpelukan, sedih rasanya harus berpisah. Waktu 3 hari ini telah membuat kami begitu akrab. Dan kami berjanji untuk selalu terhubung lewat sosial media.
Yuval dan Lena melanjutkan pemanjatan di Railay. Saya berjalan sendiri kembali ke Ton Sai, sedih memang tak dapat tinggal lebih lama, langkah saya gontai, nafas terasa sesak, perasaan bercampur aduk, rasanya dunia akan berakhir, lebay lo..hehe. Tapi memang, saat melakukan perjalanan, mengenal orang-orang baru jauh lebih berkesan dibandingkan hanya sekedar menikmati pemandangan. Itulah yang membuat saya selalu ingin berjalan.
Sampai di Ton Sai, di depan Freedom Bar, saya bertemu teman-teman dari Bandung, mereka masih beberapa hari lagi disini, dan saya pun pamit balik duluan. Di bungalow teman-teman saya sudah menunggu dan siap berangkat, Ivan juga sudah berangkat pagi tadi. Saya packing barang dan mandi, lalu kami pamit dan berterimakasih kepada pemilik bungalow.
Kami kembali ke Ton Sai untuk naik boat menuju Ao Nang, sesampai di loket tiket, kami masih harus menunggu beberapa orang lagi hingga kuota penumpang tercukupi, maklum di Ton Sai tidak se ramai Railay. Tapi beruntung kami menunggu tidak lama, dan perahu melaju ke Ao Nang. Harga tiket masih sama dari Ao Nang ke Ton Sai, yaitu 100* bath
Tiba di Ao Nang, kami membeli beberapa barang dan souvenir. Setelah puas berkeliling, kami menanyakan transportasi menuju Hatyai di salah satu Tourist Information yang banyak tersebar di Ao Nang. Mereka mengatakan minivan terakhir ke Hatyai jam 11.00, sementara saat itu sudah pukul 15.00 siang. Mereka menyuruh kami pergi ke Stasiun Bis Krabi, disana setiap setengah jam ada bus yang berangkat. Kami menggunakan Locol Bus untuk ke Stasiun bus. Locol Bus ini semacam angkot, mini truck dengan kursi penumpang hadap-hadapan, mirip tuk-tuk tetapi lebih besar ukurannya. Untuk ke Stasiun Bus ongkosnya 60 bath per orang. Tak perlu ragu bertanya, daftar harga dan tujuan sudah di tempel di locol bus ini, menarik sekali.
Lebih kurang 1 jam perjalanan kami sampai di Krabi Bus Stasiun. Langsung membeli tiket ke Hatyai, harganya 170 bath, berangkat jam 16.30. Stasiun ini juga sudah canggih, kita tinggal menunggu bus di gate-gate yang sudah ada label tujuannya, kami menunggu sekitar 10 menit, bus pun datang. Kami naik ke bus, tempat duduk tidak ditentukan, pilih saja yang masih kosong. Saya mengambil tempat duduk paling depan, penumpang di sebelah saya seorang gadis dari Kenya, Afrika. Kami mengobrol banyak, tapi lupa berkenalan, saya tidak tau namanya, dia turun di Kota Trang.
Hatyai adalah wilayah Thailand yang merupakan kota terdekat untuk masuk ke Malaysia. Perjalanan dari Krabi ke Hatyai memakan waktu sekitar 5 jam, setelah lebih kurang 2 jam perjalanan, bus berhenti di sebuah restoran dan pusat oleh-oleh selama 15 menit, kami memanfaatkannya untuk makan malam, kami makan nasi putih dengan lauk pauk seharga 50 bath, saya tidak tau nama daerahnya karna sudah malam. Perut sudah terisi, bus sudah melaju kembali, saya pun memilih tidur hingga sampai di Stasiun Bus Hatyai.
Baca kelanjutan ceritanya disini
*Nilai tukar mata uang Thailand Bath terhadap Rupiah saat itu 1 bath = 450 rupiah
one two three wall
Di 123 Wall ini banyak jalur mudah, bahkan untuk pemanjat pemula lokasi ini sangat cocok, guide lokal pun ramai disini. Tetapi jika ingin memanjat disini sebaiknya pagi-pagi sekali sebelum air laut pasang, karna beberapa jalur lokasinya sangat dekat dengan pantai. Setelah menunggu beberapa saat, kami dapat giliran memanjat di salah satu jalur, Yuval leading, saya dan Lena awalnya memanjat secara Top Rope, tapi karna jalur ini terasa cukup mudah, saya pun mencoba leading. Beberapa jalur kami panjat disini, hari sudah beranjak siang. Kami memutuskan untuk mencari makan siang di kawasan pantai Railay.
Jalan menuju Phra Nang Beach
Selesai makan siang, Yuval mengajak kami berenang di Phra Nang beach, tapi sebelum kesana kami akan melihat lokasi jalur pemanjatan di Taiwan Wall terlebih dahulu, kami berencana untuk memanjat disana besoknya. Taiwan wall berada di atas bukit ujung pantai Railay, jalan setapak yang turun naik mengikuti kontur bukit, dalam perjalanan menuju Taiwan wall ini kami bertemu Eka dan Ivan bersama pemanjat lain, ternyata mereka memanjat disini, sementara Pita pergi berenang di pantai. Ivan mengikuti kami menuju Taiwan Wall.
Taiwan wall dengan view laut
View dari Taiwan Wall
Museum Penis |
Suasana Phra Nang beach yang ramai |
Berhubung besok adalah hari ulang tahun Lena, dan malam ini adalah malam terakhir saya berada di Ton Sai sebelum kembali ke Kuala Lumpur. Jadi malam ini kami bermaksud mengadakan pesta kecil-kecilan (jelangkung kali ya). Kami makan malam di Green Restaurant, saya dan Lena share lagi, kami memesan Pad Thai dan minuman dingin. Setelah makan malam, kami kembali ke Monkey's Bar untuk party, Yuval juga mengundang dua orang temannya untuk bergabung, Sam dan Mac, pemanjat tebing dari Amerika juga. Kami menyetel musik dengan keras, beer, berdansa tak tentu arah, bermain ping pong, target, uno dan banyak lagi permainan lain di Bar ini, kebetulan malam ini hanya kami saja disini, tidak ada pengunjung lain.
kiri ; saya dengan background Monkey's Bar, kanan ; minuman oplosan kami, hehe...
Sekitar pukul 11 malam, pemilik Bar meminta kami mengecilkan volume musik, maklum sekitar sini ada beberapa rumah warga, kami pun mengikutinya dan menyetel musik bernada slow saja. Lena terus membujuk kami untuk tinggal lebih lama, jangan pulang besok dan cancel saja penerbangan kami ke Indonesia, kalau ada yang sponsori mau aja neng..haha.
Makan malam bersama |
Pagi harinya saya bangun lebih awal, ini hari terakhir berada di Ton Sai. Saya Lena dan Yuval sarapan di warung Mama's Kitchen. Pagi ini kami akan memanjat di Taiwan wall, hanya kami bertiga saja, Eka dan Pita tidak ikut, saya punya waktu setengah hari saja. Kami menuju Taiwan wall, beruntung sampai disana belum ramai, hanya ada beberapa orang pemanjat. Kami memilih jalur yang gampang saja, tapi jalurnya cukup tinggi. Yuval sebagai leader, saya memanjat Top Rope saja. Lena mencoba leading. Ada 2 jalur yang kami panjat. Beberapa lama kami disini. Angin bertiup cukup kencang, kadang berdebu dan bikin kelilipan, akhirnya kami turun dan mencari jalur lain.
kiri ; rambut berantakan karna tiupan angin, tengah ; memanjat salah satu jalur di Taiwan wall ,
kanan ; suasana di Taiwan wall
Hari sudah tengah hari saat kami pindah jalur, saya tak punya waktu lagi, saya harus pamit dan kembali ke bungalow untuk packing barang. Lena masih saja merayu untuk tetap tinggal, bahkan dia sempat bercanda mengikat saya di pohon agar tidak kembali.. haha. Kami saling berpelukan, sedih rasanya harus berpisah. Waktu 3 hari ini telah membuat kami begitu akrab. Dan kami berjanji untuk selalu terhubung lewat sosial media.
Yuval dan Lena melanjutkan pemanjatan di Railay. Saya berjalan sendiri kembali ke Ton Sai, sedih memang tak dapat tinggal lebih lama, langkah saya gontai, nafas terasa sesak, perasaan bercampur aduk, rasanya dunia akan berakhir, lebay lo..hehe. Tapi memang, saat melakukan perjalanan, mengenal orang-orang baru jauh lebih berkesan dibandingkan hanya sekedar menikmati pemandangan. Itulah yang membuat saya selalu ingin berjalan.
Sampai di Ton Sai, di depan Freedom Bar, saya bertemu teman-teman dari Bandung, mereka masih beberapa hari lagi disini, dan saya pun pamit balik duluan. Di bungalow teman-teman saya sudah menunggu dan siap berangkat, Ivan juga sudah berangkat pagi tadi. Saya packing barang dan mandi, lalu kami pamit dan berterimakasih kepada pemilik bungalow.
Bersama teman-teman dari Bandung |
Saat tiba kembali di Ao Nang |
Lebih kurang 1 jam perjalanan kami sampai di Krabi Bus Stasiun. Langsung membeli tiket ke Hatyai, harganya 170 bath, berangkat jam 16.30. Stasiun ini juga sudah canggih, kita tinggal menunggu bus di gate-gate yang sudah ada label tujuannya, kami menunggu sekitar 10 menit, bus pun datang. Kami naik ke bus, tempat duduk tidak ditentukan, pilih saja yang masih kosong. Saya mengambil tempat duduk paling depan, penumpang di sebelah saya seorang gadis dari Kenya, Afrika. Kami mengobrol banyak, tapi lupa berkenalan, saya tidak tau namanya, dia turun di Kota Trang.
Hatyai adalah wilayah Thailand yang merupakan kota terdekat untuk masuk ke Malaysia. Perjalanan dari Krabi ke Hatyai memakan waktu sekitar 5 jam, setelah lebih kurang 2 jam perjalanan, bus berhenti di sebuah restoran dan pusat oleh-oleh selama 15 menit, kami memanfaatkannya untuk makan malam, kami makan nasi putih dengan lauk pauk seharga 50 bath, saya tidak tau nama daerahnya karna sudah malam. Perut sudah terisi, bus sudah melaju kembali, saya pun memilih tidur hingga sampai di Stasiun Bus Hatyai.
Baca kelanjutan ceritanya disini
*Nilai tukar mata uang Thailand Bath terhadap Rupiah saat itu 1 bath = 450 rupiah
Tidak ada komentar:
Silahkan Menanggapi